Lea Kesuma on Thursday, August 12, 2010 at 8:09pm
Ketika denger judulnya seorang teman nyeletuk, apa lagi itu, masak sekolahnya manusia?
Karena
kita tidak menyadari selama ini sekolah Indonesia pada umumnya adalah
sekolah robot, yang memegang remote control adalah guru dan orang tua.
Anak
dianggap botol atau ember kosong yang gak punya potensi dan kemampuan,
dan orang tua dan gurulah yang wajib mengisi botol dan ember kosong
tersebut. Kasihan kan anak-anak.
Di bukunya ini Munif Chatib
membuktikan bahwa pernyataan itu SALAH. Munif membuktikan bahwa semua
anak memiliki potensi masing-masing, dan potensi itu bisa dilejitkan.
Jadi inget tulisan Hernowo tentang sekolah hutan binatang.
"Terbetiklah
sebuah kabar yang menggegerkan langit dan bumi. Kabar itu berasal dari
dunia binatang. Menurut cerita, para binatang besar ingin membuat
sekolah untuk para binatang kecil. Mereka, para binatang besar itu
memutuskan untuk menciptakan sebuah sekolah memanjat, terbang, berlari,
berenang, dan menggali."
"Anehnya mereka tidak menemukan kata
sepakat tentang subjek mana yang paling penting. Mereka akhirnya
memutuskan agar semua murid mengikuti kurikulum yang sama. Jadi setiap
murid harus ikut mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang,
dan menggali."
"Kita tentu tahu karakter rusa yang ahli berlari,
nah suatu saat sang rusa hampir tenggelam saat mengikuti kelas (mata
pelajaran) berenang. Dan pengalaman mengikuti kelas berenang sangat
membuat batinnya terguncang, dia merasa seperti tidak punya potensi
lagi. Lama-kelamaan, karena sibuk mengurusi pelajaran berenang, dan
harus mengikuti pelajaran tambahan berenang, si rusa pun tidak lagi
dapat berlari secepat sebelumnya. Karena dia sudah mulai jarang melatih
keahlian alaminya."
"Kemudian ada kejadian lain yang cukup
memusingkan pengelola sekolah binatang tersebut. Kita juga tentu tahu
karakter burung elang. Yang sangat pandai terbang. Namun, ketika
mengikuti kelas menggali, si elang tidak mampu menjalani tugas-tugas
yang diberikan kepadanya. Dan akhirnya, ia juga harus mengikuti les
tambahan menggali. Les itu banyak menyita waktunya, sehingga ia
melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasainya."
"Demikianlah
kesulitan demi kesulitan melanda juga binatang-binatang lain, seperti
bebek, burung pipit, ular dll. Para binatang kecil itu tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahliannnya mereka
masing-masing. Ini lantaran mereka dipaksa melakukan hal-hal yang tidak
menghargai sifat-sifat asli mereka."
(Hernowo dan Nurdin, 2004)
Nah
yang terjadi di sekolah kita tidak lebih sama dengan sekolah hutan
tersebut bukan?, lebih parah lagi bukannya melejitkan potensi namun
membunuh potensi. hiks
Sekolah Manusia ini diawali dari
sebuah sekolah kecil yang muridnya hanya 2 tapi memiliki guru 16, dari
sebuah sekolah yang dinomor seratuskan oleh masyarakat disekitarnya,
dari sebuah sekolah yang hampir mati.
Munif chatib dan timnya,
berhasil merubah sekolah yang hampir colaps itu menjadi sekolah yang
banyak diminati di Bondowoso dan sekarang sudah menjadi sekolah para
juara. Setiap anak sangat dihargai dan didukung potensinya, dengan
arahan fasilitator yang tepat, anak-anak tersebut menjadi
manusia-manusia yang tumbuh sesuai potensi yang dimilikinya. BUKAN robot
..
Guru-guru banyak belajar dari para murid nya, mereka
menjadi sangat kreatif dan termotivasi untuk terus belajar dari setiap
murid yang ada di sekolah tersebut.
Mereka sangat memahami, tidak ada murid yang bodoh, yang ada kita yang tidak dapat menyelami dan memahami kecerdasan mereka
Mereka juga menjadi terlatih membuat lesson plan yang benar yang sesuai dengan beragam kecerdasan setiap murid di sekolah.
Sekolah
tersebut menggunakan Multiple Intelegence System dan setiap anak
mempunyai laporan multiple intelegence research, yang berisi
kecenderungan kecerdasan dan gaya belajar dan mengajar yang pas untuk
setiap anak.
Sekolahnya manusia-Munif Chatib, juga mulai
diterapkan di berbagai sekolah di Indonesia, awalnya saya hanya tahu
sekolah Muthahari Bandung yang didirikan oleh Jalalludin Rahmat, yang
memiliki guru-guru hebat antara lain Hernowo Hasim. Kemudian sekolah
Alam Ciganjur-yang sering disebut sekolah ala Toto Chan, kemudian Qaryah
Thayyibah-Bahruddin di desa Kalibening Salatiga
Mudah-mudahan
buku Sekolahnya Manusia ini dapat menginspirasi sekolah-sekolah lain di
Indonesia untuk tidak lupa akan potensi yang sudah ada pada setiap anak
yang mestinya dilejitkan dan didukung bukan dibunuh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menjadi Instruktur
Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...
-
Saya meminta seorang teman sariorange@gmail.com untuk menerjemahkan artikel yang berharga ini, supaya lebih banyak teman guru yang bisa ter...
-
Tahun 1998 - 2005 saya adalah guru paling kejam di dunia, saya sering menyakiti anak-anak saya sebagai dalih untuk melecut semangat mereka, ...
-
Mereka yang ada di Jaman Jahiliyah 3 Saya... :) Saat ini saya membagi perjalanan saya menjadi guru, menjadi tiga jaman jahiliyyah. Pili...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar