Senin, 24 Desember 2012

Belajar seru dan belajar bebas ... :)

As usual, saya selalu terkejut dengan dampak dari apa yang saya lakukan bersama anak anak..

Adalah satu kelas "istimewa" dengan jumlah laki laki 20 anak dan perempuan 15 anak. 20 anak laki laki ini tidak memiliki motivasi atau keinginan untuk belajar, mereka juga tidak memiliki rasa emphati, tidak sopan, kasar, yang dilakukan nggelosor sepanjang hari di meja mendengarkan headset, main gadgetnya. Sebagian besar dari mereka memiliki latar belakang miskin dan broken home

Rabu, 19 Desember 2012

[KLIPING] The Finland Phenomenon.


Oleh Ardanti Andiarti
Tepat di tanggal cantik 12.12.12, di tengah kisruh perubahan kurikulum 2013, MLI (Moedomo Learning Institute) mengadakan pertemuan rutinnya di Common Room. Kali ini acaranya bedah film "Finlandia Phenomenon", sebuah film dokumenter keluaran 2011 tentang sistem pendidikan di Finlandia. Banyak yang hadir di sini. Selain Pak Iwan Pranoto (dosen Matematika ITB dan tuan rumah MLI), ada juga Pak Hendra Gunawan (dosen Matematika ITB yang kali ini menjadi moderator), Pak Andy Sutioso (pendiri Rumah Belajar Semi Palar tempat saya mengajar beberapa waktu yang lalu), Pak Armein Z. Langi (dosen Elektro ITB juga teman dari almarhumah ibu saya), dan banyak mahasiswa yang tertarik dengan isu pendidikan di Finlandia ini. Senang sekali karena saya bisa hadir dan tidak diduga bertemu dengan salah satu dosen favorit saya selama kuliah, Pak Satria Bijaksana (dosen Fisika ITB)!

Ya, sistem pendidikan Finlandia memang sering sekali menjadi topik bahasan karena dianggap memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Terlebih bila kita menyoroti tidak adanya tes sebelum lulus SMA, jam tatap muka dan jumlah PR yang sedikit. Sepertinya sangat seru bersekolah atau mengajar di Finlandia. Bisakah kita begitu saja meniru sistem pendidikan seperti di sana? Di sini saya tidak akan membahas tentang filmnya, silakan tonton sendiri di youtube (tautan di bawah tulisan ini) :) Saya hanya ingin berbagi beberapa catatan dan opini saya selama diskusi.


"Sometimes doing simple things is the hardest things." 

Sebenarnya sistem pendidikan di Finlandia menerapkan hal sederhana yang sudah seharusnya dilakukan dan tidak perlu riset yang rumit. Seperti misalnya kejujuran. Begitulah ungkap Pak Satria Bijaksana. Pendidikan adalah proses, termasuk proses perjuangan. Kita lihat sistem pesantren zaman dulu. Seorang murid lulus ketika sang guru mengatakan sudah tidak ada ilmu yang bisa dibagi lagi. Lalu murid tersebut pergi dari tempat tersebut mencari guru dengan ilmu lain. Jadi setiap orang, setiap murid, punya masa belajarnya masing-masing. Tidak lalu disamakan seperti saat ini.

Senin, 17 Desember 2012

Entrepreneurship di Indonesia



Tulisan ini terinspirasi setelah saya mengikuti National Educators Conference 2012- Reshaping Entrepreunership Education In Indonesia 11-12 Desember 2012
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat jumlah penduduk yang berwirausaha saat ini baru mencapai angka 0,18 persen dari jumlah 2,38 juta penduduk Indonesia. Idealnya, agar Indonesia bisa berdaya saing tinggi dibutuhkan paling sedikit 2 persen dari 238 juta orang penduduk Indonesia atau sekitar 4,76 juta orang wirausaha baru dengan beragam profresi dan keahlian
(http://economy.okezone.com/read/2012/10/13/320/703503/idealnya-jumlah-wirausaha-di-indonesia-4-76-jt-orang)

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana mengajak anak anak muda usia produktif untuk menjadi seorang entrepreneur handal.
Paradigma yang ada, anak anak muda sekarang tidak suka tantangan, suka bekerja kantoran, sukaaa jadi pegawai pemerintah atau PNS, sukaaaa melamar pekerjaan dan pada akhirnya terlibat dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan passionnya.
Karakter pengusaha yang dibutuhkan adalah pengusaha yang mampu dan mau bekerja keras, kreatif, inovatif, tough, jujur, berani gagal, dan mampu mengatasi kegagalannya dengan baik.

Semua karakter ini tidak dapat dibentuk begitu saja, memerlukan proses yang cukup panjang, dan tidak bisa juga hmm tidak dapat dengan mudah diajarkan di sekolah, you know lah… menurut pandangan saya karakter entrepreneur adalah karakter yang harus dimiliki setiap manusia yang ingin berhasil dalam hidupnya. Orang orang berhasil yang saya kenal, semuanya adalah orang orang yang baik hati, tulus, pekerja keras, jujur, dan berani, namun sekaligus “semeleh”, maksudnya mereka orang orang yang punya ambisi besar, mimpi besar tapi tidak ngawur, tidak menghalalkan segala cara untuk mencapainya.

Satu kunci pendidikan karakter adalah KETELADANAN bagaimana anak anak melihat orang dewasa di sekitarnya menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi, bagaimana anak anak melihat orang dewasa di sekitarnya bertingkah laku, that’s why orang dewasa yang ada di sekitar anak itu seharusnya juga ikut mempersiapkan dirinya dan belajar sebelum mendidik  dan membiasakan karakter karakter yang diharapkan tertanam pada diri anak anak tersebut.

Kembali ke masalah entrepreneurship, saat anak anak di kelas saya tanya apa yang akan mereka lakukan setelah mereka lulus, jawaban mereka adalah TIDAK TAHU. Pertanyaan saya tajamkan lagi, siapa yang akan kuliah, 3 orang menjawab InsyaAllah, sisanya masih sama TIDAK TAHU.  Ketika saya tanya apa kesukaan mereka jawaban mereka baru beragam, jalan jalan, makan, tidur, membaca, menggambar, kongkow, shopping, dan masih banyak lagi.

Untuk diketahui, sebagian besar murid murid saya memiliki latar belakang ekonomi menengah kebawah, dan yang saya lihat selama 9 tahun saya mengajar, sebagian besar dari mereka setelah lulus, bekerja di pabrik pabrik di sekitar rumah mereka.

Ketika saya tawarkan kenapa kalian tidak membuka usaha sendiri alias menjadi pengusaha, alasan mereka adalah terutama tidak ada modal, ini alasan paling gampang diungkapkan daripada alasan takut gagal atau rugi.

Beberapa waktu lalu saya membuat semacam pembelajaran My Money Trip, yaitu semacam pengelolaan keuangan sederhana yang saya ajarkan ke murid murid saya yang pada akhirnya membuat mereka memiliki tabungan untuk modal usaha setelah mereka lulus sekolah.

Setelah nanti uang terkumpul, terus usaha apa bu?... mulailah dari apa yang kalian sukai!! Sukanya makan, bikin rumah makan, suka jalan jalan bikin tour travel, suka shopping bikin toko, suka membaca bikin tulisan dan dibukukan tidak bisa diterbitkan orang lain terbitkan sendiri, suka menggambar bikin komik atau belajar lagi graphic design, suka kongkow bikin event organizer dan masih banyak lagi hal yang sangat mungkin mereka lakukan sesuai passion mereka, karena bekerja sesuai passion akan membuat mereka menjadi seseorang yang mampu bekerja keras, memiliki kekuatan diri jauh dari apa yang mereka bayangkan sebelumnya, percaya diri, menyadari potensi yang mereka miliki.
Untuk awalannya mereka bisa bekerja terlebih dahulu di rumah makan, kalau mereka ingin buka rumah makan nantinya, atau bekerja di tour travel, kalau mereka ingin buka usaha tour travel dari sana mereka bisa belajar dan menyerap semua dinamika usaha yang akan mereka geluti kelak.

Nah semua siap, sekarang bagaimana peran lingkungan yang mendukung, maksud saya bukan lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, IYA pertama pasti berat dari dua komponen tersebut namun ada lagi yang mesti mendukung semangat mereka ini, yaitu aturan pemerintah dan lembaga keuangan.

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...