source: http://kabod1.edublogs.org/ |
Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah ; setiap siswa harus berhasil pada lima mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran.Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah; Terbang, Berenang, Memanjat, Berlari dan Menyelam
Mengingat bahwa sekolah ini berstatus “Disamakan dengan manusia”,
maka para binatang berharap kelak mereka dapat hidup lebih baik dari
binatang lainya, sehingga berbondong-bondonglah berbagai jenis binatang
mendaftarkan diri untuk bersekolah disana; mulai dari; Elang, Tupai, Bebek, Rusa dan Katak
Proses
belajar mengajarpun akhirnya dimulai, terlihat bahwa beberapa jenis
binatang sangat unggul dalam mata pelajaran tertentu; Elang sangat unggul dalam pelajaran terbang;
dia memiliki kemampuan yang berada diatas binatang-binatang lainnya
dalam hal melayang di udara, menukik, meliuk-liuk, menyambar hingga
bertengger didahan sebuah pohon yang tertinggi.
Tupai sangat unggul dalam pelajaran memanjat;
dia sangat pandai, lincah dan cekatan sekali dalam memanjat pohon,
berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Hingga mencapai puncak
tertinggi pohon yang ada di hutan itu.
Sementara bebek terlihat sangat unggul dan piawai dalam pelajaran berenang, dengan gayanya yang khas ia berhasil menyebrangi dan mengitari kolam yang ada didalam hutan tersebut.
Rusa adalah murid yang luar biasa dalam pelajaran berlari;
kecepatan larinya tak tertandingi oleh binatang lain yang bersekolah di
sana. Larinya tidak hanya cepat melainkan sangat indah untuk dilihat.
Lain lagi dengan Katak, ia sangat unggul dalam pelajaran menyelam; dengan gaya berenangnya yang khas, katak dengan cepatnya masuk kedalam air dan kembali muncul diseberang kolam.
Begitulah
pada mulanya mereka adalah murid-murid yang sangat unggul dan luar
biasa dimata pelajaran tertentu. Namun ternyata kurikulum telah
mewajibkan bahwa mereka harus meraih angka minimal 8 di semua mata
pelajaran untuk bisa lulus dan mengantongi ijazah.
Inilah awal dari semua kekacauan itu; Para binatang satu demi satu mulai mempelajari mata pelajaran lain yang tidak dikuasai dan bahkan tidak disukainya.
Burung
elang mulai belajar cara memanjat, berlari, namun sayang sekali untuk
pelajaran berenang dan menyelam meskipun telah berkali-kali dicobanya
tetap saja ia gagal; dan bahkan suatu hari burung elang pernah pingsan
kehabisan nafas saat pelajaran menyelam.
Tupaipun
demikian; ia berkali-kali jatuh dari dahan yang tinggi saat ia mencoba
terbang. Alhasil bukannya bisa terbang tapi tubuhnya malah penuh dengan
luka dan memar disana-sini.
Lain
lagi dengan bebek, ia masih bisa mengikuti pelajaran berlari meskipun
sering ditertawakan karena lucunya, dan sedikit bisa terbang; tapi ia
kelihatan hampir putus asa pada saat mengikuti pelajaran memanjat,
berkali-kali dicobanya dan berkali-kali juga dia terjatuh, luka memar
disana sini dan bulu-bulunya mulai rontok satu demi satu.
Demikian
juga dengan binatang lainya; meskipun semua telah berusaha dengan susah
payah untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dari
pagi hingga malam, namun tidak juga menampakkan hasil yang lebih baik.
Yang
lebih menyedihkan adalah karena mereka terfokus untuk dapat berhasil di
mata pelajaran yang tidak dikuasainya; perlahan-lahan Elang mulai
kehilangan kemampuan terbangnya; tupai sudah mulai lupa cara memanjat,
bebek sudah tidak dapat lagi berenang dengan baik, sebelah kakinya patah
dan sirip kakinya robek-robek karena terlalu banyak berlatih memanjat.
Katak juga tidak kuat lagi menyelam karena sering jatuh pada saat
mencoba terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. Dan yang paling malang
adalah Rusa, ia sudah tidak lagi dapat berlari kencang, karena
paru-parunya sering kemasukan air saat mengikuti pelajaran menyelam.
Akhirnya
tak satupun murid berhasil lulus dari sekolah itu; dan yang sangat
menyedihkan adalah merekapun mulai kehilangan kemampuan aslinya setelah
keluar dari sekolah. Mereka tidak bisa lagi hidup dilingkungan dimana
mereka dulu tinggal, ya.... kemampuan alami mereka telah terpangkas
habis oleh kurikulum sekolah tersebut. Sehingga satu demi satu
binatang-binatang itu mulai mati kelaparan karena tidak bisa lagi
mencari makan dengan kemampuan unggul yang dimilikinya..
Source : http://lyakeyen.multiply.com/Cerita sekolah hewan diatas tepat sekali dijadikan analogi sekolah-sekolah kita.
Source : http://lyakeyen.multiply.com/Cerita sekolah hewan diatas tepat sekali dijadikan analogi sekolah-sekolah kita.
Sampai sekarang atau kapanpun saya masih terus mencari jembatan yang kokoh antara idealisme pendidikan dan belajar yang ada di kepala saya dengan sistem pendidikan Indonesia. Jadi ingat kata-kata Bahruddin "semua yang berhubungan dengan sistem pendidikan Indonesia merupakan tembok tebal dan tinggi, yang akan sulit ditembus"--tembok Berlin juga hancur, batu pun bisa terbelah, dan atau saya pun bisa terbang melewatinya
Cerita itu ditambah berbagai buku, opini yang saya baca dan sharekan membuat saya jadi guru "aneh" di sekolah.
Saya buat pembelajaran menyenangkan, dari inovasi yang saya buat ada beberapa hingga memperoleh penghargaan, belakangan saya menyadari apa yang saya lakukan ternyata belum pas mengusung konsep belajar, kemudian saya membuat ini. Inipun belum bisa menjadi jembatan untuk bidang studi yang saya ajarkan...dan terakhir saya buat agak ekstrem karena gak bakal keluar di Ujian Nasional dan pasti tidak akan didukung sekolah--sekarang yang lagi trend adalah drill soal UN...:(
NAMUN--Saya merasa tergelitik ehm tepatnya tertohok dengan ulasan mengenai filosofi Herbartian yang baru beberapa hari ini saya kenal dari Komunitas Charlotte Mason yang saya ikuti di FB by Ellen Kristi:
uwahhhh..subhanallah mbak...*mengevaluasi diri..aku masih gitu banget..herbartian yah? mungkin karena dulu kerasa kebatas waktu dan ngerasa hebat kalo bisa bikin lessonplan keren...astaghfirullah..itu ya efeknya?
BalasHapusiya mbak dan ini bikin saya sempat bingung, mesti gimana... sampai sekarang juga masih meraba-raba yang pas yang mesti dilakukan semester depan..:)
Hapus