Kamis, 11 November 2010

Erin Gruwell, Mendidik dengan HATI

Erin Gruwell, guru Bahasa Inggris di sebuah College Wodroow Wilson HS di Long Beach AS. Sekolah ini menerima murid migrasi korban kekerasan antar geng di Long Beach yang terjadi pada tahun 1992.
Murid-murid SMA ini terdiri dari orang china, kulit hitam, latin, kamboja, dan kulit putih. Mereka mengelompok sendiri sesuai ras nya dan memiliki wilayah kekuasaan masing-masing di sekolah tersebut. Jika wilayahnya dimasuki ras lain maka akan terjadi pertengkaran.



Erin Gruwell guru baru yang belum berpengalaman diminta mengajar murid kelas 1 yang berisi para murid migrasi tersebut. Pada hari pertama Erin mengajar sudah terjadi keributan antar anggota geng atau kelompok.
Erin berusaha mengenali muridnya, pertama dia mencoba mendekati mereka dengan membawa lagu favorit mereka di kelas untuk dipelajari tata bahasanya dalam bahasa Inggris, ada lagi ketika  ia membuat garis merah di tengah kelas untuk memberikan berbagai pertanyaan yang secara halus mengungkap latar belakang kekerasan dan pembunuhan yang sudah mereka hadapi di dalam hidup mereka.



Kemudian Erin memberikan buku tulis kepada setiap muridnya, untuk dijadikan buku harian mereka, mereka boleh menulis apapun, menggambar, membuat puisi, lagu atau apa saja pada buku tersebut. Jika mereka ingin Erin membacanya, maka mereka diminta meletakkan buku tersebut ke dalam lemari Erin.

Btw saya yakin yang dilakukan Erin tidak berdasarkan kurikulum dan lesson plan, sejak pertama kali menjadi guru saya beranggapan tidak akan bisa guru membuat lesson plan tanpa mengetahui suasana dan karakteristik kelas yang akan diajarkannya.

Perubahan mulai terlihat ketika Erin meminta murid-muridnya untuk membaca buku tentang Geng “Burango Street by Frank Bourbon”, mengajak mereka ke museum Holocoust di Palm Beach, membaca kisah Anne Frank, dan membawa Miem Gieps penyelamat Anne Frank ke sekolah.

Rasa nyaman dan keyakinan yang diberikan Erin kepada murid-muridnya ini yang membuat mereka berubah. Mereka sadar bahwa hidup tidak untuk mati besok, mereka sadar bahwa mereka semua memiliki harapan,  mereka sadar bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk melanjutkan pendidikan mereka di bangku kuliah, mereka sadar mereka punya mimpi yang bisa mereka wujudkan.

Buku harian murid-murid tersebut kemudian di bukukan dan dicetak pada tahun 1999, Dengan judul The Freedom Writers Diary buku ini diharapkan menjadi inspirasi bagi kelas-kelas yang lain untuk mengulang kesuksesan Room  203 Wodroow Wilson H.S Long Beach AS.

Saya melihat dari sisi Erin, tidak akan mungkin ide-ide Erin muncul jika dia menganggap “become a teacher just a job-- if you not comfort, you can find another job”. Erin mendidik dengan hati, dia berhasil menjadi agent of change, murid-muridnya yang mulanya merasa hidup adalah bagaimana melindungi diri agar tidak mati dibunuh, pada akhirnya bisa merubah pandangannya, bahwa mereka punya harapan untuk menjadi lebih baik dari sekarang.



Tentang Freedom Writers Foundation bisa disimak disini
Tentang bukunya bisa disimak disini

2 komentar:

  1. Saya pernah mendapatkan sebuah cerita dari seorang teman saya. Beliau adalah seorang pengajar di sebuah TK yang sangat sederhana. Bila dilihat dari gedung, tentu akan sangat jauh bila dibandingkan dengan gedung-gedung sekolah yang ada di kota. Teman saya bercerita bahwa, dia memiliki seorang siswa yang selalu diantar dengan menggunakan BMW saat ke sekolah. Saat mengantar ke sekolah, orang tua anak ini tidak pernah menghentikan mobilnya di depan sekolah. Mereka selalu menghentikan mobilnya di jalan raya, sebelum masuk gang sekolah. Teman saya memang belum pernah menanyakan kepada orang tua anak ini, mengapa mereka lebih memilih menyekolahkan di sekolah teman saya apalagi bertanya mengapa mereka selalu menghentikan mobilnya di jalan raya, sebelum masuk gang sekolah. Satu hal yang saya tahu, TK tempat teman saya bekerja ini memang bukanlah sekolah yang mahal pada umumnya. Namun TK ini memang sangat menonjolkan moralitas dan keagamaan mereka, selain sisi akademisnya. Guru-guru yang mengajarkan terlihat sangat sederhana, namun memiliki hati untuk benar-benar menyayagi anak didik mereka. Sehingga anak didik pun menjadi lebih nyaman dan damai baik dalam belajar maupun bersosialisasi dengan teman dan guru mereka. Semua menjadi lebih baik lagi, karena sekolah tersebut juga memiliki pendidikan agama yang baik pula.
    Sumber: http://lagu2anak.blogspot.com/2010/11/cara-paud-dan-tk-sederhana-mensiasati.html

    BalasHapus
  2. Subhanallah, mudah-mudahan akan lebih banyak guru dan sekolah yang lebih mementingkan pendidikan moral,daripada sekedar angka dan selembar ijazah..:)

    BalasHapus

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...