Kamis, 08 Maret 2018

Semua "Dihandle" Google Tugas Sekolah Apa? - Prof. Muchlas Samani

Buku Prof. Muchlas ini beneran membuka lebih luas cakrawala saya, tentang permasalahan pendidikan di Indonesia. Jadi inget kalau ada permasalahan, terbanglah lebih tinggi supaya bisa ngliat permasalahan lebih luas.
Terus seperti biasa saya malu sama diri sendiri, setelah baca buku ini.

Prof. Muchlas Samani adalah rektor ke-9 Universitas Negeri Surabaya, walau sekalipun saya belum pernah berjumpa, dan saya memperoleh buku ini melalui istri beliau, tapi saya merasa keprihatinan kita tentang pendidikan di Indonesia sama.. *eh ngaku2 

Sepulang dari Finland kemarin sempet down, tambah galau, trus gimana nanti 20 30 tahun ke depan, gimana kalau anak anak bangsa ini nggak siap menghadapi tantangan abad ini, sedangkan Skill yang mereka kuasai hanya skill menghadapi ujian ujian akademik, dan skill menjadi pegawai yang baik?
Saya sampai kepikiran ngikuti jejak Gatto (John Taylor Gatto) mundur dari kancah dunia pendidikan ini dan jualan Timlo aja... (hahaha yang ini memang kliatan lebay)
-----

Namanya juga beruntung, saya pelanggan tetap penerima buku gratis dari pak Satria Dharma (terimakasiiiiih sekali ya pak), kali ini beliau langsung kirim 2 buah, salah satunya Book Reviews - Cara Menikmati Buku dan Mengikat Ilmu - nah seperti diketahui, bapak satu ini kalau jadi provokator top banget, bikin orang penasaran pingin baca bukunya, nah begitulah, saya kena deh... penasaran dengan buku ini, dan setelah perjalanan yang panjang, japri beliau, terus memperoleh nomor istri Prof. Muchlas, ibu Yani, terus ternyata di percetakan sudah habis, dan beruntungnya ada buku yang masih disimpan di rumah beliau, dan trala alhamdulillah saya ketiban rejeki lagi, dapat buku berharga ini, gratis. (nggak ada emot jingkrak jingkrak ya disini xixi). Terimakasih ya Prof Muchlas dan ibu Yani.

Buku ini dibagi menjadi 6 bagian, Tantangan Ke Depan, Kebijakan Pendidikan, Pendidikan Tinggi, Guru dan Pembelajaran, Kecakapan Hidup, dan yang terakhir Pribadi Inspiratif

Pertama yang bikin malu saya adalah seperti ini, daripada mengorbankan masa depan anak bangsa ini, lebih baik mengorbankan biaya banyak untuk perekrutan guru yang lebih baik, kurikulum pendidikan guru diperbarui dan diapdet terus, dan guru guru dengan nilai UKG rendah diberikan dua opsi, pindah ke struktural atau pensiun dini. Itu pemikiran cupet saya.

Ternyata permasalahan guru tidak semudah itu diselesaikan, dan membaca buku ini membuat saya terus menahan napas, masyaAllah. Masih banyak guru mismatch, sekolah di daerah terpencil, siapa coba mau jadi guru di sana, dan jaman dahulu peminat yang masuk sekolah guru adalah yang tidak diterima di SMA dan SMK

Bismillah saya masih optimis, beberapa tahun belakangan ini LPTK mulai banyak berbenah, terakhir saya membaca, guru yang lulus LPTK rata rata dibawah 50%, hal ini berarti tekat LPTK memperbaiki kualitas guru di Indonesia sudah terlihat, pun demikian dengan Universitas Universitas pencetak guru. Guru guru muda sekarang keren keren, saya sudah bertemu beberapa, mereka kreatif, cerdas juga memiliki integritas yang baik.

Terus apa hubungannya dengan judul ya hehe...
di bagian pertama Prof Muchlas bertutur tentang fenomena yang terjadi beberapa tahun ini, anak anak sangat lihai berselancar di dunia maya, semua informasi apapun bisa dicari di dumay, terus tugas sekolah apa? - terus tugas guru apa?

Jadi guru sudah tidak pas, jika masih di level menjelaskan konsep atau teori juga fenomena bukan makna, bukan membuat mereka berpikir kritis, kreatif dan arif memilah memilih informasi yang mereka peroleh. Karena tugas mengajarkan kognitif level 1 (knowledge, remembering) dan bahkan level 2 (Comprehension-understanding) dari taksonomi Bloom sudah diambil alih oleh internet. p.33

Pernahkah kita bertanya ke murid murid kita, apa sih tujuan mereka belajar satu mata pelajaran tertentu, Ekonomi misalnya. Jangan jangan mereka tidak tahu manfaat apa yang akan mereka peroleh ketika belajar ekonomi. Barusan pagi tadi di kelas IPA, saya tanya mereka apa sih tujuan mereka mempelajari ekonomi (mereka ikut lintas minat ekonomi), dan sebagian besar dari mereka tidak tahu apa tujuan mereka belajar ekonomi, seorang anak nyletuk "biar dapet nilai", ada lagi "terpaksa". Sedih kan ...

Adalagi, seorang guru Ekonomi japri saya, "bu bagaimana caranya mengajar jika kita harus menjelaskan konsep, tujuan dan manfaat satu materi ekonomi tertentu". Pas banget pas baca di p.34, bahwa guru seharusnya memodifikasi RPP dan silabus serta membuat modul sendiri sesuai dengan kondisi sekolah dan siswanya. Jadi mendingan ngajarin bagaimana mereka mengelola keuangan daripada sekedar menjelaskan konsep uang, mengajarkan bagaimana mereka membuat perencanaan keuangan daripada sekedar mempelajari fungsi dan peran OJK, membuat mereka mengetahu perbedaan keinginan dan kebutuhan, daripada sekedar definisi macam macam kebutuhan, membuat mereka peduli dengan orang lain, daripada sekedar mengajarkan konsep pengangguran, dan masih banyak hal lagi yang lebih bermanfaat dipelajari anak anak

Kemudian Prof. Muchlas juga membahas masalah betapa pentingnya peran guru, merujuk penelitian dari Hattie (2008) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa 58% tergantung oleh Guru, di Amerika 53% (Mourshed and Barber, 2010) dan di Indonesia 54,5% (Pujiastuti, Widodo dan Raharjo, 2012), simpulannya jika sekolah memiliki guru yang bagus dan kompeten, maka peluang keberhasilan siswa lebih dari 50%. p.64. 
Sempat jadi bahan diskusi di grup Ikatan Guru Indonesia, kemudian pak Setiawan Agung memberikan saya link ini https://visible-learning.org/hattie-ranking-influences-effect-sizes-learning-achievement/ trus dari sana saya kesini http://psycnet.apa.org/record/2015-13426-005 ketemulah pada penelitian Hattie tahun 2015 yang simpulannya bahwa peran guru masih sangat penting untuk keberhasilan siswanya.

The Visible Learning research is based on a synthesis of 1200 meta-analyses relating to influences on achievement. This article focuses specifically on the evidence and implications for higher education teachers. As nearly every intervention can show some evidence of success, we need to ask not “What works?” but “What works best” and seek comparisons between different ways of influencing student learning. The major implications relate to teachers who work with others to seek evidence of their impact on students, who inform students early what success looks like especially about surface and deep learning, who provide appropriate levels of challenge and feedback, and who have aligned their claims about success, assessment, and teaching. (PsycINFO Database Record (c) 2016 APA, all rights reserved)


Hattie, J. (2015). The applicability of Visible Learning to higher education. Scholarship of Teaching and Learning in Psychology, 1(1), 79-91.
http://dx.doi.org/10.1037/stl0000021

Prof. Muchlas juga menulis tentang proses kurikulum Indonesia dari awal, karena beliau juga penyusun kurikulum nasional. Kurikulum kita tidak masalah, cobalah dilihat secara utuh, tujuan pendidikan kita juga sudah sangat bagus. Masalahnya ntah bagaimana kenapa ujung ujungnya test, jadi guru hanya teaching for the test. p.227

Ternyata masih banyak sisi sistem pendidikan kita belum terurai, walau masih gemes don't know how, paling tidak membaca buku Prof. Muchlas membuat saya memahami ternyata tidak semudah membalikkan tangan untuk merubah semuanya, masih banyak aspek yang harus diselesaikan. Khusnuzon saya, pemerintah mulai sedikit demi sedikit menyelesaikan aspek aspek itu. Aamiin. 

Sekali lagi terimakasih pencerahannya Prof, salam untuk bu Yani...

2 komentar:

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...