Jumat, 30 Maret 2018

Jelajah Candi ... yay \(^.^)/

Saya suka sejarah
Seperti kemarin menjelajah beberapa candi - rasanya pingin pinjem mesin waktu dan pintu kemana sajanya Doraemon

Aslinya sih penelitiannya anak anak - cuma karena saya pembimbingnya jadi ikutan menyelami yang ditulis mereka

Tentang satu candi Hindu, candi kecil aja, ditemukan tahun 1900an - dalam keadaan sudah hancur 50%. Candi ini dibangun sekitar abad ke IX atau saat akan berakhirnya kerajaan Mataram. Masyarakat menyebutnya Candi Brawijaya, tetapi karena ada di desa Dukuh, maka disebut Candi Dukuh - menurut Perda Propinsi Jawa Tengah No. 6 Tahun 2011, kawasan Candi ini disebut Situs Brawijaya Candi Dukuh - letaknya di Desa Rowoboni, Kabupaten Semarang

Menurut pak Wahyu Kristanto dari Balai Perlindungan Cagar Budaya Jawa Tengah (kantornya di Prambanan), penamaan sebuah candi ada tiga cara, berdasarkan prasasti yang ditemukan, kemudian nama daerah dimana candi itu berada atau penamaan yang diberikan oleh masyarakat sekitar. Jadi mau disebut apa saja boleh - nama menurut papan nama sih Candi Dukuh ;)

Keberadaan Candi Dukuh ini tidak diketahui asal muasalnya secara ilmiah karena belum diketemukan catatan atau prasasti tentangnya. Namun menurut cerita penduduk di sekitar, Candi ini adalah tempat petilasan Prabu Brawijaya V Raja Majapahit yang melarikan diri dari kejaran Putranya Raden Patah - tetapi ada versi yang berbeda mengatakan Candi Dukuh ini bukan peninggalan Majapahit, tetapi peninggalan kerajaan Mataram, yaitu seorang Pandhita Ajar Saloka Antara pada masa Ratu Sima Kerajaan Kalingga, yang merupakan nenek dari Raja Mataram, Sanjaya.
Kalau Candi Dukuh dihitung dibangun pada abad IX berarti saat kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Prabu Brawijaya V ada di abad 14. Tapi entah bagaimana penduduk di sekitar Candi Dukuh lebih sering menceritakan bahwa Candi tersebut peninggalan Brawijaya. Oh Nenek Moyangku tersayang, kenapa budaya kita budaya bertutur ya, andai saat itu sudah ada budaya tulis, pasti kami tidak penasaran seperti ini - Jadi nulis yuuuk buat anak cucu cicit kita...

https://medium.com/marcapada/candi-dukuh-53056d816c7b d
Yoni Candi Dukuh tanpa lingga, seharusnya lingga dipasangkan
pada lobang persegi di tengah itu.

https://rebanas.com/gambar/images/dewa-dewi-sistem-pantheon-mataram-kuno-bagian-2-lingga-yoni
lingga yoni jika dipasangkan bentuknya seperti itu

http://www.semarangkab.go.id/skpd/disporabudpar/images/stories/bcbbdg12.jpg
Peripih Lingga Yoni yang ditemukan di Candi GedongSongo -
peripih ini sekarang sedang dipamerkan di Eropa
Candi Hindu cirinya memiliki tiga bagian, bhurloka bagian bawah yang menggambarkan dunia bawah - yang biasanya berisi roh roh makhluk halus, bhurvaloka bagian tengah candi - yang bermakna dunia, tempat kita sekarang berada, di bagian tengah ini biasanya terdapat relief atau pahatan yang menggambarkan misalnya keadaan masyarakat saat itu dan bagian puncak candi yang disebut svarloka, bagian ini melambangkan tempat para dewa dan jiwa jiwa yang telah mencapai kesempurnaan menuju nirwana. Demikian pula di Candi Dukuh, walo beberapa kali telah dilakukan pemugaran - sampai sekarang Candi ini belum tampak bangunan Svarloka nya. Menurut pak Wahyu perlu analisis mendalam sebelum merenovasi candi untuk menyusun batu batu yang ada menjadi svarloka

Setiap Candi Hindu, selalu ada Lingga (lambang laki laki) dan Yoni (lambang wanita) - Lingga Yoni ini adalah lambang kesuburuan. Nenek moyang kita saat membangun candi pasti di lahan yang subur, dekat dengan sumber air dan ada di dataran tinggi - mendekati nirwana - mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, merawat, menghargai dan memelihara alam dengan baik. Candi Dukuh letaknya di sebuah bukit, yang dibawahnya adalah rawapening - *damai sekali tempatnya, dibelakangnya dikelilingi hutan dan bukit bukit
Kepala Kala, di atas pintu masuk bagian depan candi
Dalam Candi Dukuh, terdapat Yoni tanpa lingga diletakkan di dalam badan candi, menurut pak Muhnawar petugas yang ada di Candi Dukuh lingga sengaja dilepas, dan disimpan karena batu lingga yoni biasanya khusus dan bernilai tinggi.

Kemudian dipastikan ada kepala Kala - yang besar, mata melotot, seram bertaring - konon ceritanya Kala dulu adalah seorang anak manusia yang tinggi besar dan tampan, karena kesombongannya dia dikutuk jadi buruk rupa dan buas, semua yang dihadapannya pasti dilahap, hingga ia melahap sendiri tubuhnya tinggal kepala. Kala dalam bahasa jawa berarti "waktu", maknanya supaya kita selalu ingat bahwa kehidupan kita, semuanya akan dilahap oleh waktu.

Setiap Candi sebelum dibangun pasti ditanam peripih terlebih dahulu di tengah Candi. Peripih ini persepsi saya semacam jimat yang ada simbol atau tulisan do'a untuk "menghidupkan" candi tersebut. Peripih Candi bentuknya bermacam macam, di Candi Dukuh ini peripihnya berwujud lempengan emas berjumlah 9 lempeng, kemungkinan lebih karena saat ditemukan sudah tercecer tidak berada di tengah bangunan candi. Ada peripih berbentuk lingga yoni mini berbahan emas putih, di Candi Gedongsongo Bandungan Kab. Semarang, bentuk peripih bermacam macam biasanya diletakkan dalam sebuah kotak. Sayangnya tidak semua candi ditemukan peripih, biasanya sudah hilang entah kemana :(

di Candi Buddha, candi Harmoni Plaosan
Karena ada beberapa keterangan yang tidak didapat di lokasi Candi Dukuh, kami disarankan oleh pak Muhnawar untuk datang ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah - nah keterusanlah kami ke Candi Plaosan yang letaknya tidak jauh dari kantor BPCB.

Candi Plaosan dibangun pada masa kerajaan Sailendra Sri Kahulunnan beragama Budha, yang pembangunanya dibantu oleh Rakai Pikatan beragama Hindu - di masa itu kerukunan antar umat beragama diwujudkan dalam banyak hal salah satunya dengan membangun Candi atau tempat peribadatan, Candi Plaosan tidak ada 2 km dari Candi Prambanan - dua candi besar di Indonesia Borobudur (Candi Buddha) dan Prambanan (Candi Hindu) letaknya juga tidak jauh.



Besuk pagi kami mau ke candi Hindu yang lain yaitu Candi Gedongsongo -.... lanjut besok ya

harusnya besok, tapi jadinya Senin, 2 April 2018 19.46 - kan kemarin, besuknya kapan gak jelas ya...

Rangkaian Candi Gedongsongo - ini Candi 2 Terlihat dari Candi 4.
Indah yaa.....
Ada Candi kecil sekitar 100 meter dari Candi IV (gak ada di map)
Jadi begini ceritanya, menurut pak Wahyu Kristanto dari Balai Perlindungan Cagar Budaya ada trend arsitektur candi yang dimulai dari prasasti Sojomerto yang ditemukan pada abad ke 7 di Batang Jawa Tengah, trend arsitektur Candi seperti Candi Dieng di Wonosobo, kemudian pada abad 8 Candi Prambanan, pada abad 9 trend arsitektur sederhana seperti candi Gedongsongo dan Candi Dukuh yang dibangun saat berakhirnya kerajaan Mataram, kemudian trend arsitektur tidak lagi sederhana seperti situs Candi Trowulan Jawa Timur yang diperkirakan di bangun abad ke 14 dengan batu bata merah, hingga akhirnya pada abad 15, arsitektur candi kembali ke masa pra Hindu dengan bentuk punden berundak yang dapat disaksikan pada candi Sukuh dan Candi Cetho di Karanganyar.


Candi IV
Nah kenapa kami ke Candi Gedongsongo, karena trend arsitekturnya sama dengan Candi Dukuh ini, simpel terdiri dari tiga bagian, kaki candi bhurvaloka, badan candi bhurloka dan atap candi svarloka, karena atap candi dukuh masih dikaji bentuknya maka, kurang lebih nantinya sama dengan atap candi yang ada di candi Gedongsongo tersebut - kita ceritanya mau membandingkan dan nantinya berimajinasi bikin sketsanya -

Candi Gedongsongo diperkirakan di bangun abad 8 - 9 karena memiliki trend arsitektur yang simpel (terdiri dari tiga bagian candi tadi) - sama seperti candi Dukuh, belum ditemukan prasasti yang membicarakan tentang Candi Gedongsongo ini - sehingga masih sulit menentukan siapa dan kapan candi ini dibangun.


Candi V 

Situs Candi Gedongsongo ini memiliki 21 bangunan candi dalam 5 kelompok candi, tetapi yang masih dan bisa dibangun kembali hanya sekitar 8 candi - dan sayangnya lagi banyak tangan tangan tidak bertanggungjawab merusak batu batuan candi, bahkan banyak yang dicuri *gemes dan sebel liatnya

Candi Gedongsongo terletak di kaki Gunung Ungaran, tepatnya di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah - pemandangannya aduhai, rawapening terlihat darisana - dan seperti candi candi yang lain, candi Gedongsongo berada di ketinggian 1.200 mdpl - ada mata air dan sumber gas belerang, juga hutan yang subur - pokoknya indah permai

Mungkin ya, nenekmoyang dulu, hanya berniat membangun tempat peribadatan kepada sang Pencipta - mereka tidak berpikir bahwa tempat peribadatan mereka sangat mengesankan dan menginspirasi kita untuk selalu bersyukur dan menjaga keseimbangan alam - satu hal yang sudah mulai dilupakan manusia di dunia, sekarang ini


ini Peta Candi Gedongsongo, dari Candi I - V itu naik ya - ada beberapa jalan bonus sih,
tapi rata rata naik deh, seru buat hiking sambil refleksi - kalau jalan normal gak pake istirahat,
kira kira sejam deh jalan kakinya, tapi gak kerasa kok suerr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...