Penampilan Ibu Guru Inspiratif Sitti Tasniah malam itu |
Bukan bukan saya bukan habis jalan jalan dari sana, kali ini saya mendengarkan cerita hebat dari seorang guru Bahasa Indonesia Sitti Tasniah yang mengajar di SMAN 1 Eremerasa, di acara review dan desiminasi Best Practice guru dalam pembelajaran di sekolah.
Sitti Tasniah, tampil hampir akhir hari itu 20 November 2013, kami sudah mulai mengantuk, karena jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Tetapi gelegar puisi yang disampaikannya diawal presentasi,dan semangatnya menyampaikan keberhasilan anak anak didiknya mengangkat nama sekolah, membuat kami kembali menegakkan kepala antusias. Tepuk tangan kami berulang ulang menggema di ruangan bersamaan dengan rasa haru melihat perjuangan Sitti Tasniah dan murid muridnya
Cerita Ibu guru ini diawali dengan kondisi sekolah yang penuh keterbatasan, di tengah hutan, guru dan kepala sekolah yang hampir semua sementara, belum ada guru tetap demikian juga dengan kepala sekolahnya.
"Peserta didik yang saya hadapi adalah peserta didik yang terbiasa dengan pemakluman akan kondisi riil mereka antara sekolah sebagai persyaratan untuk mendapatkan ijazah dan membantu orang tua sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Mereka terlatih bukan untuk memilih satu di antara keduanya, sehingga untuk mengambil hati mereka mencintai sekolah terlebih lagi mencintai pelajaran adalah sebuah kerja keras" demikian ungkapnya menggebu
Juga anggapan orang tua dan guru bahwa jurusan Bahasa adalah jurusan buangan, hingga anak anak bahasa selalu dipandang remeh, dan itu membuat mereka merasa rendah diri dan ciut, yang akhirnya kelas bahasa tidak diminati
Untuk mengatasi hal tersebut, Sitti mencanangkan Gerakan Bengkel Sastra 0 (nol), karena semua mulai dari nol, anak anak tidak memiliki kompetensi atau tidak tahu bahwa ternyata mereka memilki potensi menjadi pelaku seni, nol dana, nol fasilitas,
"Bengkel Sastra Nol hanya memerlukan kucuran semangat, berikut keseriusan dan mimpi", jelasnya
Awalnya Sitti melakukan perekrutan dengan cara membacakan beberapa puisi pada anak anak kelas X saat MOS atau masa orientasi siswa baru yang diselenggarakan SMAN 1 Eremerasa. Pembacaan puisi yang sangat indah dan sepenuh hati tersebut membuat banyak siswa yang mulai tertarik untuk mempelajari sastra.
Gayung bersambut, saat peresmian SMAN 1 Eremerasa, Sitti diminta mempersiapkan anak anak untuk menampilkan pementasan drama. Dalam waktu satu minggu Sitti mulai menggerakkan anak anaknya untuk berani tampil di depan umum, sebenarnya ia hanya memilih 5 siswa, namun karena ternyata peminat membengkak hingga 25 siswa akhirnya mereka melakukan pementasan drama tanpa naskah, latihan dilakukan setiap jam terakhir dengan pertimbangan rumah siswa yang jauh, tidak ada dana sehingga anak anak itu berlatih tanpa makan siang, lapar yang mereka rasakan terobati dengan merebus singkong dan pisang yang diambil di kebun dekat sekolah.
Latihan hingga pukul 4 sore ini meliputi memperbaiki kosa kata, penguasaan perbendaharaan kata, action, penguasaan panggung, penataan sound sistem, pengarahan gerak, mimik, ekspresi, volume suara, gestur
Perjuangan ini tidak sia sia, anak anak yang bener bener dari Nol tersebut tampil maksimal, hingga Bupati yang meresmikan sekolah tersebut tak percaya bahwa anak anak tersebut siswa siswi SMAN 1 Eremerasa
kegiatan pementasan dan latihan |
Perasaan Sitti Tasniah atas keberhasilan itu dituliskannya sebagai berikut :
Sangat perfect mereka memukau, mereka bermain dan berakting tanpa sedikit bebanpun, mereka membuat para penonton mereka berdecak kagum, mereka peserta didik yang jauh dari hingar bingar kota tapi ternyata memiliki percaya diri yang luar biasa mereka bermain tanpa ragu tanpa naskah yang seharusnya mereka hafal, mereka berakting hanya berdasarkan petunjuk latihan seminggu sebelumnya, dialog kebahasaan mereka yang berpadu kental dengan budaya yang dipertontonkan sangat apik. Mereka ada di atas panggung mereka membuat para penonton tidak menyadari bahwa mereka adalah anak-anak yang sedang tumbuh mencari jati diri, mereka seolah pemain teater besar yang kerap manggung di tempat pertunjukan kesenian yang wah, bahkan ketika Bupati sendiri menyampaikan apresiasinya dan meminta penjelasan apakah mereka adalah siswa pinjaman dari sekolah yang ada di kota. Kami dewan pembina hanya tertawa dan menggeleng kuat, mereka adalah siswa kami, peserta didik kami, generasi number one SMAN 1 EREMERASA KAB. BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN. Sebutir air mata penulis terjatuh, ini awal untuk menunjukkan mereka ke dunia.
-----------
Haru saya membaca tulisan ini, haru juga melihat presentasinya malam itu..
Saya bisa merasakan ada ketulusan disana, ada loyalitas, kesungguhan, kerja keras, dan semangat untuk membuka mata dan kepercayaan diri anak didiknya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, walau mereka ada di satu kecamatan di tengah hutan, dengan minim fasilitas, namun mereka mampu membuktikan bahwa mereka bisa
Standing ovation dan apresiasi tinggi untuk ibu Sitti Tasniah, Salam hormat saya, saya beruntung bisa mendengar ceritanya langsung
Terus terang saya jadi ciut dan malu, siapa saya dengan berbagai kemudahan yang saya dapat, justru keluhan yang selalu saya bagi, apa yang sudah saya buat untuk anak anak, untuk menginspirasi mereka, untuk mewujudkan mimpinya, untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka, untuk membuat mereka sehat jasmani dan rohani ???
Semangaattt!!... (^.^)/
* Ibu Sitti Tasniah menjadi penerima Best Practice terbaik dan berhak memperoleh uang tunai 10 juta rupiah, walau penghargaan ini tidak seberapa dengan inspirasi yang beliau tanamkan kepada anak bangsa ini
Puisi yang disampaikan atas permintaan dewan juri malam itu, diambil dari potongan puisi KH Mustofa Bisri "Kau ini Bagaimana atau Aku harus Bagaimana" puisi lengkapnya disini
Keren..
luar biasa bu siti ini,..
BalasHapusWaw... Merinding... Meski hanya membaca sedikit dari kisah ibu...
BalasHapus