Sabtu, 29 Desember 2018

Penilaian Formatif Merdeka Belajar

https://www.slideshare.net/CasperWendy/selfregulated-learning-zimmerman
ehem, saya mencoba menulis agak serius ini, dengan berbagai literatur yang ada, saya tahu masih kurang dalam, tapi biarkan ini tersimpan disini, jadi proses belajar nulis, dan memperdalam apa itu merdeka belajar..
Semangat ya...
--------------------------
Pendahuluan 
Tantangan belajar abad 21 antara lain adalah bagaimana siswa generasi Z dan Alpha dengan kompetensinya dapat menghadapi berbagai situasi di kehidupannya kelak. Untuk mengatasi hal tersebut UNESCO juga Finlandia (termaktub pada core curriculum-nya), mengembangkan yang disebut dengan Transveral Competencies, yaitu kompetensi yang menyangkut berbagai aspek keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa abad ini, yaitu ketrampilan berpikir kritis dan inovatif, ketrampilan interpersonal, intrapersonal, ketrampilang menguasai media, teknologi informasi, kepedulian, keterbukaan, tanggungjawab terhadap isu global dan yang terakhir adalah bagaimana mereka menghormati religious value dan healthy life. (Care & Rebeccah Luo, 2015). Model merdeka belajar menjadi topik penting dalam pendidikan, karena memiliki komponen penting yang mendukung siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat di abad 21 ini. Model Merdeka belajar ini membuat siswa terlatih untuk aktif, mandiri, problem solver, berpikir kritis, inovatif, menjadi siswa yang memiliki pandangan social budaya. (Zimmerman & Schunk, 2001) dan masih banyak manfaat yang diperoleh dari model ini, yang akan banyak membantu siswa memiliki transveral competencies, sebagai bekalnya di abad 21.


Merdeka Belajar (Self Regulated Learning)
Menurut Zimmerman, 1986, 1989 secara umum, siswa dapat dideskripsikan sebagai siswa merdeka belajar jika mereka memiliki kemampuan metakognitif, motivasi, dan partisipan aktif dalam proses belajar mereka sendiri.  Selanjutnya oleh Zimmerman, 1989, metakognitif didefiniskan sebagi proses pengambilan keputusan dari berbagai pilihan pengetahuan . Siswa merdeka belajar harus memiliki model untuk mencapai tujuan akademik atas dasar persepsi self-efficacy. Definisi ini mengasumsikan tiga hal yang harus dimiliki siswa yaitu model belajar mandiri, persepsi self-efficacy, dan komitmen terhadap tujuan akademik (Zimmerman, 1989).
Nilson, 2013, menyatakan bahwa merdeka belajar adalah hubungan dengan diri sendiri dan kemampuan diri untuk berusaha, mengendalikan diri, menilai diri secara kritis untuk mencapai hasil terbaik – dan tentang bagaimana mengatasi resiko, kegagalan, gangguan, melawan kemalasan dalam mengejar tujuan hidup. Merdeka belajar adalah bagaimana guru di kelas Bersama siswanya mendiskusikan tujuan belajar, cara belajar dan bagaimana mereka mengukur keberhasilan belajarnya. Ada tiga hal penting untuk menumbuhkan komitmen merdeka belajar yaitu, kemampuan memahami tujuan belajar, kemampuan memusatkan perhatian, berkaitan dengan pencapaian jangka pendek maupun jangka Panjang dan kemampuan menetapkan prioritas. (Shihab, 2017).
Cara mengajar merdeka belajar adalah bagaimana guru memanusiakan hubungan dengan menciptakan dukungan emosional dan pedagogis kepada siswa, Memahami Konsep - belajar dengan mengkonstruksi makna dan fokus kepada pemahaman, Membangun Berkelanjutan, membangun ruang kontrol siswa terhadap rute dan tantangan yang dihadapi, menciptakan situasi penilaian yang tidak mengancam siswa dan fokus kepada bantuan untuk penilaian diri sendiri, penilaian yang tidak mengancam siswa dengan memberikan kepercayaan diri pada siswa. Kemudian tidak ada penilaian baik cukup kurang, berikan penilaian misalnya mahir, terampil dan pemula.  

Penilaian Formatif (Formative Assesment)
Fokus artikel ini adalah bagaimana siswa bersama guru mengukur keberhasilan model merdeka belajar melalui penilaian formatif. Salah satu tujuan penilaian formatif adalah untuk memungkinkan siswa merdeka belajar yang secara aktif dapat memonitor dan mengatur sendiri proses belajarnya (Nicol & Macfarlane-Dick, 2006). Penilaian formatif berkaitan dengan bagaimana penilaian tentang kualitas respons siswa (pertunjukan, karya, atau karya) dapat digunakan untuk membentuk dan meningkatkan kompetensi siswa dengan membuat hubungan yang acak dan inefisiensi (Sadler, 1989).  Penilaian formatif dan feedback harus digunakan untuk memberdayakan siswa merdeka belajar. Konstruk pengaturan diri mengacu pada sejauh mana siswa dapat mengatur aspek pemikiran, motivasi dan perilaku mereka selama belajar (Pintrich & Zusho, 2002; Nicol, 2006).  Penilaian formatif yang dilakukan di kelas merdeka belajar, bermanfaa dalam meningaktkan kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan yang mereka miliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi, selain itu juga mengajak mereka menulis dan mengkaji kekeliruan atau kesalahan yang mereka dapati. Kegiatan seperti ini membuat siswa belajar cepat untuk terus mencoba memcahkan masalah dan juga mencari model bagaimana memecahkan masalahnya (Zimmerman, et.al, 2011, Nilson, 2013)
Ada beberapa masalah yang timbul saat diterapkan penilaian formatif pada model merdeka belajar:
Pertama, penilaian formatif secara eksklusif merupakan otoritas guru, maka sulit untuk melihat bagaimana siswa dapat berdaya dan mengembankan merdeka belajarnya. (Boud, 2000).
Kedua, feedback yang diberikan guru sulit dipahami siswa dan belum tentu dapat membuat siswa aktif merespon feedback dari guru, dan siswa jadi tidak dapat mengatur kegiatan belajarnya sendiri (Higgins et al., 2001).
Ketiga, feedback mengabaikan keyakinan dan motivasi siswa, feedback eksternal semacam ini terbukti dapat mempengaruhi perasaan siswa (baik feedback positif ataupun negative) hal ini akan mempengaruhi persepsi diri dan kemerdekaan belajar mereka. (Dweck, 1999).
Keempat, feedback bisa jadi merepotkan guru, karena jumlah siswa yang banyak di setiap kelas, sehingga perlu diterapkan berbagai cara untuk memberikan feedback, selain dari guru sendiri seperti misalnya self assessment, peer assessment (Nicol & Macfarlane-Dick, 2006)

7 prinsip penilaian formatif merdeka belajar menurut Nicol dan Macfarlane-Dick
Sulitnya penilaian formatif merdeka belajar, dicoba dijawab oleh Nicol dan Macfarlane Dick, berikut ini:
1.      Membantu siswa mengklarifikasi bagaimana ukuran kinerja atau hasil yang baik, dari tujuan, kriteria, hasil yang diharapkan dan standards yang ditetapkan.
2.      Memfasilitasi perngembangan self-assesment (refleksi) dalam pembelajaran
3.      menyampaikan informasi terbaik kepada siswa tentang apa yang mereka pelajari.
4.      memberikan kesempatan yang sebesar besarnya agar terjadi dialog antar siswa juga siswa dengan guru
5.      Mendorong motivasi positif dan keyakinan diri pada siswa
6.      Memberikan kesempatan untuk menghilangkan gap antara tujuan dan ambisi terhadap hasil belajar
7.      Memberikan informasi kepada guru untuk membantu menyusun model merdeka belajar

Praktik kelas Penilaian Formatif Merdeka Belajar
Berdasarkan tujuh prinsip dari Nicol tersebut, penulis mencoba mempraktikannya dalam pembelajaran ekonomi di kelas materi kewirausahaan usaha kecil menengah, untuk kelas XI Madrasah Aliyah (setingkat SMA)

Prinsipnya siswa akan memahami tujuan belajarnya, jika mereka paham tujuan tersebut, bermanfaat dan berarti, alasan yang diberikan masuk akal, jadi guru harus menyatukan tujuan belajar yang sudah dibuatnya dengan tujuan belajar menurut pemahaman siswa, sehingga mereka memiliki motivasi untuk melanjutkan mendalami materi pelajaran tersebut.

Untuk mempelajari materi tersebut, guru memberikan beberapa opsi tujuan belajar, seperti misalnya, pilihan tujuan pertama, siswa dapat memahami apa itu susaha kecil menengah, kedua, siswa dapat membuka usaha kecilnya sendiri, ketiga siswa membuat proyek membantu usaha kecil menengah yang ada. Setelah diputuskan kemudian didiskusikan kriteria apa yang dapat dirumuskan untuk menunjukkan bahwa belajar mereka tentang materi kewirausahaan usaha kecil menengah ini berhasil. Misalkan sebagai berikut :

Tujuan belajar yang dipilih siswa adalah siswa dapat membuat proyek untuk membantu usaha kecil menengah yang ada. Untuk tujuan yang ini siswa satu kelas berkelompok, satu kelompok 4-5 orang. Kemudian didiskusikan proyek itu akan dalam bentuk apa saja?
  • Melakukan pengamatan langsung untuk mencari permasalahan yang terjadi pada satu usaha kecil menengah
  • Melakukan perbandingan, mencari referensi baik dari usaha kecil yang lain atau dari buku buku referensi yang ada
  • Mendiskusikan hasil temuan secara kelompok
  • Solusi berupa proyek yang dapat dilaksanakan dan bermanfaat untuk usaha tersebut.

Guru memberikan fasilitas kepada siswa untuk melakukan pengamatan pada usaha kecil menengah dengan mengajak siswa ke pasar tradisional dekat sekolah. Siswa berkelompok, berkeliling untuk melakukan pengamatan dan wawancara kepada para pemilik usaha, rata rata pedagang kecil, pemilik kios atau pedagang kaki lima.

Hasil pengamatan kemudian didiskusikan kembali di dalam kelas. Karena rata rata permasalahan para pemilik usaha hamper sama, yaitu sepinya pasar sehingga diputuskan untuk membuat proyek MANSA Peduli Pedagang– proyek yang diusulkan siswa ini bertujuan membantu agar masyarakat kembali ke pasar tradisional. Mereka membuat video iklan lengkap dengan profil dan tempat usaha mereka.

Sebelum proyek ini dilaksanakan kembali didiskusikan ukuran keberhasilan dari proyek tersebut, dan disusun dalam bentuk rubik sebagai berikut :
Tabel.1. Rubik Penilaian formatif Proyek MANSA Peduli Pedagang
Kategori
Dimensi
Pemula
Terampil
Mahir

Ide
Ide dari iklan yang lain
Video iklan dari saduran
100% ide asli dan tidak plagiat

Kualitas Video
-  Kamera 75% goyang
-  Kualitas gambar tidak terang dan jelas
-  Suara tidak terdengar jelas
-  Tidak ada variasi
-  Kamera 50% goyang
-  Kualitas gambar 50% terang dan jelas
-  Suara 80% jelas
-  Variasi 50% (animasi, tulisan, backsound)
-  Kamera stabil
-  Kualitas gambar terang dan jelas
-  Suara jelas
-  Variasi penuh (animasi, tulisan, backsound)

Banyaknya Like, karena dishare di Youtube
< 50 Like
Ø  50 like < 100
Ø  100 like

Feedback dari pemilik usaha





Rubik diatas dibuat bersama sama siswa, jadi mereka mengetahui hasil seperti apa yang diharapkan. Proses penilaian formatif yang dilaksanakan dengan siswa. Selaian Penilaian Formatif ada hal lain yang juga tidak kalah penting dalam proses merdeka belajar yaitu saat semua kelompok berefleksi mengenai proses pembelajaran ini dari awal hingga akhir. Pertanyaan pertanyaan refleksi yang dapat diajukan antara lain, mengenai apa tantangan terbesar proyek ini, bagaimana mereka mengatasinya, mengapa itu menjadi tantangan, apa yang membuat mereka puas dan bahagia, mengapa? apa yang membuat mereka sedih, tidak suka atau marah, mengapa?

Simpulan.
Artikel ini ingin menjawab bahwa model merdeka belajar sangat bisa dilaksanakan di kelas, karena guru memiliki otoritas di dalam kelas. Merdeka belajar sangat sesuai dengan permendikbud 20 – 22 tahun 2016, mengenai Standar Kelulusan, Standard Isi dan Standard Proses dimana proses belajar yang dilaksanakan harus kreatif, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk aktif dan memiliki prakasa juga mandiri. Sehingga guru dapat membantu siswa nya menjadi manusia yang memiliki transveral competences dan siap menghadapi abad 21.

Daftar Pustaka

Black, P., & Wiliam, D. (1998). Assessment and classroom learning. Assessment in Education, 5, 7-74
Boud, D. (2000) Sustainable assessment: rethinking assessment for the learning society, Studies in Continuing Education, 22(2), 151–167.
Care, Esther and Rebeccah Luo, (2015). Assesment of Transveral Competencies, Policy and Practice in Asian Pasific Region, UNESCO Bangkok
David J. Nicola* and Debra Macfarlane-Dickb. (2006). Formative assessment and self regulated learning: a model and seven principles of good feedback practice Studies in Higher Education Vol. 31, No. 2, April 2006, pp. 199–218
Dweck, C. (1999) Self-theories: their role in motivation, personality and development (Philadelphia, PA, Psychology Press).
Higgins, R., Hartley, P. & Skelton, A. (2001) Getting the message across: the problem of communicating assessment feedback, Teaching in Higher Education, 6(2), 269–274.
Nilson, Linda Burzotta.2013 Creating self-regulated learners : modeles to strengthen students’ self-awareness and learning skills. Published by Stylus Publishing, LLC 22883 Quicksilver Drive Sterling, Virginia 20166-2102
Pintrich, P. R. & Zusho, A. (2002) Student motivation and self-regulated learning in the college classroom, in: J. C. Smart & W.G. Tierney (Eds) Higher Education: handbook of theory and research (vol. XVII) (New York, Agathon Press).
Sadler, D. R. (1989) Assessment and Evaluation Research, Instructional Science 18:119-144 (1989) 119 © Kluwer Academic Publishers. Dordrecht - Printed in the Netherlands Formative assessment and the design of instructional systems
Sadler, D. R. (1998) Formative assessment: revisiting the territory, Assessment in Education, 5(1), 77–84.
Shihab, Nejelaa, & Komunitas Guru Belajar Nusantara.(2017). Merdeka Belajar di Ruang Kelas. Penerbit Literati. Kampus Guru Cikal Jakarta.
Wolters, C. A. (2010). Self-regulated learning and the 21st century competencies. Department of Educational Psychology, University of Houston Retrieved December 14, 2010,from.http://www.hewlett.org/uploads/Self_Regulated_Learning_21st_Century_Compe tencies.pdf
Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning. Journal of Educational Psychology 1989, Vol. 81, No. 3, 329-339
Zimmerman, B. J. (1986). Development of self-regulated learning: Which are the key subprocesses? Contemporary Educational Psychology, 16,301-313.

Zimmerman, B., & Schunk, D. (2001). Self-regulated learning and academic achievement: Theoretical perspectives (2nd ed.). Mahwah, NJ: Erlbaum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...