|
Quote Kemerdekaan Belajar on FB : Sebelum kita memukul, menghina atau menghukum anak-anak karena tidak
mengerti apa yang kita ajarkan, lihat gambar berikut. Sering kali anak
tidak mengerti karena kita melakukan hal berikut ini |
|
Saya sungguh tidak bisa memahami Guru yang dengan sadar
melakukan kekerasan terhadap muridnya walau dengan maksud yang positif. Apa
sebetulnya yang melatarbelakangi
Sejak awal menjadi
guru tahun 2001 sampai sekarang saya masih biasa
memukuli siswa, membentak siswa, dan
bahkan sengaja mempermalukan siswa di
hadapan kelas. Semua saya lakukan bukan karena benci atau dendam, apalagi
dengki, tetapi karena bentuk perhatian saya terhadap diri siswa. Perlakuan terhadap mereka dilakukan dengan ketulusan
kasih sayang, bahwa yang saya perlakukan
bukan dirinya atau kepribadiannya tapi kesalahan yang dia telah lakukan. Dengan
berjalannya waktu, mereka tumbuh dan berkembang menjadi remaja dan bahkan dewasa ternyata mereka yang
menyapa, sangat hormat, peduli terhadap saya adalah mereka yang sewaktu diajar
selalu mendapat perhatian melalui
perlakuan saya tadi. Mereka yang pintar, baik, sopan dan santun, ternyata kerap
kali malah tak lagi ada sapaan pada gurunya.
Anehnya, kondisi ini hampir dirasakan oleh
semua teman guru di sekolah. Padahal secara teoritis, perlakuan kita agak
melenceng dari kondisi ideal. Kesimpulan beberapa teman saya, bukan perlakuan
yang jadi masalah bagi anak, tapi caranya memperlakukan anak. Bukan pada apa
yang kita ucapkan pada anak, tapi bagaimana
cara kita mengucapkannya. Bukan pada perlakuan
memukul anak, tapi bagaimana cara kita memukul anak. Tanpa menyangkal
bahwa memang kita sebagai guru
kadangkala pun melakukan kekhilafan dalam
persoalan itu.
Terus lagi
Saya
merasa tidak menyesal dengan melakukan kekerasan terhadap siswa saya selama
ini, karena semua saya lakukan dengan sadar. Artinya, saya melakukannya dengan
"terencana dan terukur" dalam situasi tertentu. Ini pengakuan yang
jujur bahwa saya sampai saat ini saya masih melakukannya. Meski sadar dalam
teori psikologi pendidikan yang saya gunakan "J.W. Santrock & P.
Edgen" tidak sesuai dengan tindakan saya, tapi kadangkala ada memang
situasi yang tidak bisa diatasi oleh teori, karena teori pun dibuat berdasarkan
pola yang bersifat umum. artinya ada hal spesifik yang juga harus ditangani
secara khusus. Kalau anak yang tidak bisa lagi mengikuti pola pendidikan yang
kita tetapkan, lantar harus dikembalikan ke orang tua, itu bisa menjadi solusi
bagi guru/sekolah tp jelas bukan solusi bagi anak....!!! tepatnya, itu tanda
frustasi guru/sekolah terhadap si Anak. He...heeee.......!! Maaf, saya tidak
pernah setuju mengeluarkan anak dari sekolah. Kalau guru yang harus menggunakan
perlakuan fisik termasuk "pemukulan" harus dihentikan sebagai guru,
berapa banyak guru Indonesia yang harus dihentikan???? Santai saja
bozz......!!!
Jika sama-sama tujuannya menjadi anak yang baik, mengapa
harus dengan kekerasan, jika banyak cara yang bisa ditempuh tanpa kekerasan.
Menurut saya butuh sikap dan cara berpikir positif menghadapi
setiap murid, sehingga apapun masalah yang terjadi, kita dapat menyelesaikannya
dengan enak dan nyaman.
Tahun ini saya jadi wali kelas, menurut para guru yang
mengajar di kelas saya, murid-murid walian saya adalah murid paling sulit
dikendalikan. Iya sih mereka terutama
murid laki-laki yang jumlahnya 13 anak dari total 24 anak itu—ada yang
sering bolos tidak masuk sekolah atau hanya pada jam tertentu saja, sering
terlambat masuk kelas, main hp di saat pelajaran, tidur di kelas, ramai di
kelas, pacaran, merokok, lompat pagar, dan sulit disuruh nurut—ada sekitar 6
anak yang seperti itu. Hampir setiap hari di awal semester lalu, bermacam
laporan guru masuk di hp saya atau saat bertemu langsung…..
Namun menurut saya, anak-anak walian saya itu semua baik
kok, tidak ada yang mencuri, dan memfitnah teman.
Oke tapi sekolah sudah punya peraturan—saya katakan pada anak-anak saya, jika mereka masih ingin berada di
sekolah ini, mereka mau tidak mau harus taat aturan yang ada. Kalau tidak
mendingan homeschooling saja, nanti saya bantu daftar ke diknas jika ingin
ujian paket C, toh ujian paket C juga bias kuliah—apa sih yang dicari, kalau
ada cara gampang kenapa mesti susah-susah, sampai dibela-belain bolos, telat,
tidur di kelas, dimarah-marah guru sampai ada yang ditempeleng.
Tidak ada anak yang memilih opsi kedua itu, semua masih
ingin belajar disekolah. Oke waktu berjalan laporan itu tetap ada, bukannya
berkurang malah bertambah—bahkan 6 anak itu bolos semua saat pelajaran
tertentu.
Saya ajak mereka ngobrol, maunya gimana, menurut mereka saya
sebagai wali kelas harus bersikap bagaimana—akhirnya karena laporan sudah masuk
BP, mereka diminta untuk menulis surat pernyataan permintaan maaf terhadap guru
tersebut, dan berjanji tidak bolos lagi.