Rabu, 23 Oktober 2013

Bagaimana Metode Pengajaran Radikal Bisa Membebaskan Generasi Anak Jenius - 4/4



www.latintimes.com

Juárez Correa menghabiskan malam-malamnya menonton video-video pendidikan. Dia membaca banyak polemik yang dibuat oleh seorang kartunis Meksiko yang bernama Eduardo del Río (dikenal dengan nama Rius) yang berpendapat bahwa anak-anak harus dibebaskan untuk mengeksplorasi apapun yang mereka mau. Juárez Correa juga dibuat terkesan oleh Mitra yang membicarakan tentang membiarkan anak-anak “berkelana di dunia ide”. Juárez Correa mulai mengadakan kegiatan debat rutin di kelas, dan dia tidak malu mengangkat topik-topik kontroversial.
Dia bertanya kepada murid-muridnya apakah menurut mereka homoseksualitas dan aborsi, Ia bertanya apakah mereka berpikir hal tersebut seharusnya diperbolehkan? Dia bertanya kepada mereka untuk menemukan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Meskiko tentang imigrasi ke Amerika Serikat. Setelah selesai mengajukan pertanyaan, dia akan berdiri di belakang barisan dan membiarkan murid-murid saling berdiskusi satu dengan lainnya.
Sebuah komponen kunci dalam teori Mitra adalah bahwa anak bisa belajar ketika mereka memiliki akses internet (masuk ke dunia web), tetapi itu tidaklah mudah bagi para murid Juárez Correa. Negara membayar instruktur teknologi yang mengunjungi tiap kelas setiap satu minggu, tetapi dia tidak memiliki banyak teknologi untuk diperlihatkan. Sebaliknya dia memiliki setumpuk poster yang menggambarkan keyboard, joystick dan 3.5-inch floppy disk. Dia akan memegang poster dan berkata, “Ini yang disebut keyboard. Kalian menggunakannya untuk mengetik.”
Sebagai akibatnya, Juárez Correa menjadi seorang penyalit internet dalam gerakan lambat. Misalnya, ketika anak-anak ingin mengetahui mengapa kita melihat bulan hanya satu sisinya saja, maka dia pulang ke rumah, mencarinya di Google, dan membawa kembali penjelasan tersebut di hari berikutnya. Ketika mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti gerhana dan waktu siang dan malam yang sama panjangnya, dia memberitahu muridnya bahwa dia akan mencari tahu terlebih dahulu kemudian menjelaskannya di kemudian hari.
Juárez Correa juga membawa sesuatu lainnya dari Internet, yaitu dongeng binatang tentang seekor keledai yang sedih karena terperangkap di dasar sumur. Karena para pencuri sering mendobrak masuk ke sekolah dan memotong kabel listrik dari proyektor kelas (diduga untuk menjual tembaga yang ada di dalam kabel tersebut), maka dia tidak bisa benar-benar memperlihatkan kepada mereka video klip yang menceritakan dongeng tersebut. Maka, dia mendeskripsikan dongeng tersebut kepada mereka.
Juárez Correa memulai kisah tersebut: Pada suatu hari, seekor keledai jatuh ke dalam sumur. Dia tidak terluka tetapi tidak bisa keluar. Pemilik keledai memutuskan bahwa binatang yang sudah tua itu tidak layak dipelihara lagi, dank arena sumur itu kering, maka dia hanya akan mengubur keduanya (keledai dan menutup sumur). Dia mulai menyekop bongkahan-bongkahan tanah ke dalam sumur. Keledai itu berteriak minta tolong, tapi lelaki itu terus menyekopi tanah ke dalam sumur. Pada akhirnya, keledai  tadi hanya bisa diam. Lelaki itu menyimpulkan bahwa keledai itu sudah mati, maka dia begitu terkejut, setelah banyak menyekop tanah, keledai itu melompat keluar dari sumur. Dia telah kelaur dari gumpalan tanah dan menaiki keluar sampai dia bisa melompat keluar.
Juárez Correa mengamati murid-muridnya. “Kita seperti keledai tadi” katanya. “Segala hal yang dilemparkan kepada kita adalah sebuah kesempatan untuk menaiki keluar dari sumur kita sekarang ini.”
Ketika ujian nasional standar selama dua hari dilakukan pada bulan Juni 2012, Juárez Correa memandangnya sebagai tumpukan tanah lainnya yang dilemparkan ke kepala anak-anak. Itu merupakan satu langkah mundur kembali ke cara sekolah biasanya: mekanis dan membosankan. Untuk mencegah terjadinya kecurangan, seorang koordinator dari Kementrian Pendidikan mengawasi proses tersebut dan menjaga lembar jawaban di akhir ujian. Itu terasa seperti latihan militer, tetapi anak-anak hancur dikarenakan pertanyana-pertanyaan tersebut, mereka tidak bisa membantu memperhatikan bahwa itu terasa mudah, seolah-olah mereka diminta melakukan sesuatu yang sangat mendasar.
Ricardo Zavala Hernandez, kepala sekolah di José Urbina López, menikmati secangkir kopi setiap paginya ketika dia berselancar di dunia maya (membuka banyak web) di kantor administrasi, sebuah bangunan terbuat dari semen yang menaungi dua komputer sekolah. Suatu hari di bulan September 2012, dia meng-klik situs ENLACE, tes prestasi nasional Meksiko, dan menemukan bahwa hasil tes untuk bulan Juni telah diposting di sana.
Zavala Hernandez meletakkan cangkir kopinya. Kebanyakan kelasnya kurang mendapatkan nilai bagus tahun ini, namun nilai Paloma merupakan cerita yang baru. Tahun sebelumnya, 45 persen gagal untuk matematika dan 31 persen gagal untuk pelajaran bahasa Spanyol. Kali ini hanya 7 persen yang gagal di matematika dan hanya 3,5 persen yang gagal pelajaran bahasa Spanyol. Dan meskipun belum pernah ada yang mendapatkan nilai Tertinggi sebelumnya, 63 persen lulus kategori matematika. Nilai bahasa sangat tinggi. Bahkan nilai terendah berada di atas rata-rata nasional. Kemudian dia memperhatikan nilai matematika. Nilai teratas di kelas Juárez Correa adalah 921. Zavala Hernandez melihat nilai teratas nasional 921. Ketika dia melihat kotak di sebelahnya, bulu kuduk di tangannya berdiri. Nilai teratas untuk skala nasional juga 921.
Dia mencetak lembar tersebut dan dengan cepat berjalan ke kelas Juárez Correa. Para murid berdiri ketika dia masuk.
“Lihat ini,” kata Zavala Hernandez, menyerahkan lembar cetak tersebut.
Juárez Correa melihat cepat hasil tersebut dan mendongak. “Ini benaran?” tanyanya.
“Aku baru saja mencetaknya dari situs ENLACE,” jawab wakil kepala sekolah itu. “Ini benaran.”
Juárez Correa melihat ke arah muridk-murid yang menatapnya, tetapi dia ingin memastikan terlebih dahulu bahwa dia benar-benar memahami laporan tersebut. Dia membaca kembali hasil tersebut, menganggukkan kepala dan menoleh ke arah murid-muridnya.
“Kita baru saja mendapat hasil ujian dari ENLACE,” katanya. “Ini hanya tes dan bukan hal yang sangat besar.”
Sejumlah anak merasa kecewa. Mereka pasti telah gagal.
“Tapi ada satu murid di kelas kita yang mendapatkan tempat pertama di seluruh Meksiko,” katanya sambil tersenyum.
Paloma mendapat skor matematika tertinggi di negaranya, namun teman-temannya berada jauh di belakangnya. Sepuluh anak mendapatkan nilai matematika yang menempatkan mereka pada persentil tempat ke 99,99. Tiga di antara mereka menempati level yang sama tingginya untuk bahasa Spanyol. Hasil tersebut menimbulkan reaksi cepat dari pihak berwenang dan perhatian media di Meksiko yang difokuskan pada Paloma. Dia diterbangkan ke Mexico City dan muncul di sebuah pertunjukan TV terkenal dan menerima berbagai macam hadiah, seperti sebuah laptop dan sepeda.
Juárez Correa sendiri hampir tidak mendapatkan pengakuan apapun, meskipun terdapat fakta bahwa hampir setengah dari kelasnya berprestasi baik pada tingkat dunia dan bahkan mereka dengan prestasi terendah telah mengalami keamjuan.
Banyak muridnya yang lain diberikan ucapan selamat oleh keluarga dan teman. Orangtua Carlos Rodríguez Lamas, yang menempati rangking ke 99,99 untuk matematika, mentraktirnya tiga steak taco. Itu pertama kalinya dia makan di restoran. Keila Francisco Rodríguez mendapat 10 peso dari orang tuanya. Dia membeli sekantung plastik Cheetos. Anak-anak sangat senang. Mereka mengobrol tentang menjadi dokter, guru dan politikus.
Juárez Correa memiliki perasaan campur aduk mengenai hasil tes tersebut. Murid-muridnya telah berhasil karena dia telah menggunakan sebuah metode pengajaran baru, salah satu yang lebih sesuai untuk cara anak belajar. Ini merupakan sebuah contoh yang menekankan kerja kelompok, persaingan, kreativitas dan lingkungan yang digerakkan oleh siswa. Maka ironis bahwa anak-anak menjadi berbeda disebabkan oleh tes pilihan ganda konvensional. “Ujian ini merupakan batas bagi guru,” katanya. “Semua tes itu menguji apa yang kalian ketahui, bukan apa yang bisa kalian lakukan, dan aku lebih tertarik pada apa yang bisa dilakukan oleh muridk-muridku.”
Seperti Juárez Correa, banyak inovator pendidikan berhasil di luar arus utama. Sebagai contohnya, 11 sekolah menengah atas Jaringan Internasional di New York City melaporkan angka kelulusan tinggi daripada rata-rata kota itu untuk populasi yang sama. Mereka melakukannya karena atau dengan cara menekankan suatu lingkungan (pembelajaran dan kolaborasi) yang digerakkan oleh siswa. Pada koalisi banyak sekolah Big Picture Learning – 56 sekolah di seluruh AS dan 64 lainnya di seluruh dunia – para guru berfungsi sebagai penasehat, menyarankan topik bidang bisnis dan masyarakat yang membantu membimbing mereka masuk ke dalam masa pelatihan. Karena angka kelulusan SMA tepat waktu di Amerika berkisar 75 persen, Big Picture meluluskan lebih banyak dari 90 persen murid-muridnya.
Namun semua contoh ini – termasuk hanya ribuan siswa – merupakan perkecualian untuk peraturan. Sistem secara keseluruhan mendidik jutaan siswa dan lambat mengenali atau mengadopsi inovasi yang berhasil. Ini adalah sebuah sistem yang dibangun hampir dua abad yang lampau guna memenuhi kebutuhan era industri. Sekarang ketika masyarakat dan perekonomian kita telah berkembang melebihi era tersebut, banyak sekolah kita juga harus ditemukan kembali.
Selama ini, kita bisa melihat bagaimana masa depan di banyak tempat seperti kelas Juárez Correa. Kita juga bisa melihat bahwa perubahan tidak akan datang dengan mudah. Meskipun kelas Juárez Correa memberikan hasil yang mengesankan, mereka hanya mengilhami sedikit perubahan. Francisco Sánchez Salazar, kepala Regional Center of Educational Development di Matamoros, bahkan bersifa tmenolak. “Metode pengajaran itu sama sekali tidak berbeda,” katanya. Dia juga tidak percaya bahwa keberhasilan anak akan menjamin adanya bantuan tambahan. “Kecerdasan berasal dari kebutuhan,” katanya. “Mereka berhasil tanpa harus memiliki sumber daya.”
Lebih dari sebelumnya, Juárez Correa merasa seperti seekor keledai dalam dongeng di atas. Tetapi kemudian dia ingat Paloma. Anak itu kehilangan ayahnya dan tumbuh besar di dekat tempat pembuangan sampah. Di bawah kondisi normal, prospeksnya akan dibatasi. Akan tetapi seperti keledai itu, dia keluar dari gumpalan tanah; dan dia mulai memanjat dan melompat keluar dari sumur.

END.. :)

1 komentar:

  1. Menetes air mata saya baca kisah di atas. seperti membaca sebuah dongeng, padahal baru terjadi setahun yg lalu.
    Salut buat Paloma. Salut atas ide2nya juarez correa.

    Agak susah buat diterapkan di dunia pendidikan kita, tapi bukan hal yg tidak mungkin.

    BalasHapus

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...